Tantangan Metode Digital dalam Riset Sosial di Masa Pandemi COVID-19

Jakarta, Humas LIPI. Terbatasnya mobilitas penduduk selama pandemi COVID-19 memaksa adanya adaptasi digital dalam penelitian sosial dan humaniora. Kebijakan social dan physical distancing menuntut penelitian sosial, yang cenderung membutuhkan interaksi langsung, menjadi berbasis digital. “Interaksi langsung dengan masyarakat memang merupakan kekuatan penelitian sosial dan humaniora. Namun untuk menjaga keselamatan bersama, saat ini pengumpulan data berbasis digital dianggap menjadi alternatif terbaik di tengah pandemi COVID-19,” terang Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Tri Nuke Pudjiastuti dalam Webinar “Tantangan Metode Digital pada Riset Sosial Humaniora di Masa Normal Baru” pada Kamis (25/6).
Nuke menyebutkan pengumpulan data ilmiah secara langsung ke lapangan masih akan mengalami pembatasan hingga satu atau dua tahun ke depan. “Ini merupakan tantangan yang serius bagi riset sosial-humaniora, maka diperlukan pendalaman terhadap penggunaan metode digital. Tantangannya adalah sejauh mana kita dapat memenuhi kaidah-kaidah ilmiah dan validasi data,” imbuh Nuke.
Dirinya menjelaskan, pemanfaatan platform digital diharapkan dapat menjadi kekuatan baru untuk riset sosial humaniora. “Etika penggunaan media digital pun menjadi penting agar riset digital sosial humaniora dapat tetap mempertahankan signifikansi ilmiah dan validasi data,” ungkapnya.
Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Bachtiar Rifai, mengungkapkan bahwa signifikansi perkembangan teknologi informasi komunikasi secara tidak langsung telah memediasi interaksi manusia menjadi semakin intensif. Pengumpulan data berbasis digital pun bukan hal yang baru dan terus mengalami perkembangan, seperti munculnya web survey dan pemanfaatan Big Data. “Peneliti sosial humaniora harus mampu beradaptasi di tengah pembatasan interaksi tatap muka selama pandemi, khususnya dengan metode pendekatan digital,” ujar Bachtiar.
Tantangan metode digital
Ketersediaan platform digital telah membentuk komunitas-komunitas baru virtual yang menyebabkan interaksi tatap muka bukan lagi menjadi suatu keharusan. Bachtiar menyebut kekuatan pendekatan digital berbasis daring antara lain akses yang tidak terbatas jarak dan waktu, kecepatan pengumpulan data, otomatisasi perekaman data yang mampu meminimalisir resiko manipulasi data, fleksibilitas format penyampaian ide dan gagasan, lebih interaktif, serta bersifat anonim yang dapat meningkatkan kejujuran responden dalam menyampaikan pendapat.
Di sisi lain, metode digital terbatas pada ketersediaan akses internet yang juga berkorelasi terhadap faktor wilayah, sosial-ekonomi, pendidikan, usia, dan lain lain. “Saat ini pengguna internet semakin eksklusif, tidak semua masyarakat memiliki akses internet. Hal tersebut manjadi tantangan untuk memenuhi aspek keterwakilan responden dalam hal lokasi, usia dan latar belakang pendidikan,” terang Bachtiar.
Bachtiar mengungkapkan, peran komite klirens etik menjadi sentral untuk memastikan instrumen riset berbasis digital telah memenuhi kaidah akademis. “Berbagai platform digital masing-masing memiliki karakter spesifik. Namun ada dilemma epistimologi apakah pendekatan ini mampu diterima secara akademis dan adanya upaya untuk menghindari mal-adaption,” tutup Bachtiar. (iz/ed: fz)
Sumber : Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI
Sivitas Terkait : Dr. Tri Nuke Pudjiastuti M.A.
Nuke menyebutkan pengumpulan data ilmiah secara langsung ke lapangan masih akan mengalami pembatasan hingga satu atau dua tahun ke depan. “Ini merupakan tantangan yang serius bagi riset sosial-humaniora, maka diperlukan pendalaman terhadap penggunaan metode digital. Tantangannya adalah sejauh mana kita dapat memenuhi kaidah-kaidah ilmiah dan validasi data,” imbuh Nuke.
Dirinya menjelaskan, pemanfaatan platform digital diharapkan dapat menjadi kekuatan baru untuk riset sosial humaniora. “Etika penggunaan media digital pun menjadi penting agar riset digital sosial humaniora dapat tetap mempertahankan signifikansi ilmiah dan validasi data,” ungkapnya.
Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Bachtiar Rifai, mengungkapkan bahwa signifikansi perkembangan teknologi informasi komunikasi secara tidak langsung telah memediasi interaksi manusia menjadi semakin intensif. Pengumpulan data berbasis digital pun bukan hal yang baru dan terus mengalami perkembangan, seperti munculnya web survey dan pemanfaatan Big Data. “Peneliti sosial humaniora harus mampu beradaptasi di tengah pembatasan interaksi tatap muka selama pandemi, khususnya dengan metode pendekatan digital,” ujar Bachtiar.
Tantangan metode digital
Ketersediaan platform digital telah membentuk komunitas-komunitas baru virtual yang menyebabkan interaksi tatap muka bukan lagi menjadi suatu keharusan. Bachtiar menyebut kekuatan pendekatan digital berbasis daring antara lain akses yang tidak terbatas jarak dan waktu, kecepatan pengumpulan data, otomatisasi perekaman data yang mampu meminimalisir resiko manipulasi data, fleksibilitas format penyampaian ide dan gagasan, lebih interaktif, serta bersifat anonim yang dapat meningkatkan kejujuran responden dalam menyampaikan pendapat.
Di sisi lain, metode digital terbatas pada ketersediaan akses internet yang juga berkorelasi terhadap faktor wilayah, sosial-ekonomi, pendidikan, usia, dan lain lain. “Saat ini pengguna internet semakin eksklusif, tidak semua masyarakat memiliki akses internet. Hal tersebut manjadi tantangan untuk memenuhi aspek keterwakilan responden dalam hal lokasi, usia dan latar belakang pendidikan,” terang Bachtiar.
Bachtiar mengungkapkan, peran komite klirens etik menjadi sentral untuk memastikan instrumen riset berbasis digital telah memenuhi kaidah akademis. “Berbagai platform digital masing-masing memiliki karakter spesifik. Namun ada dilemma epistimologi apakah pendekatan ini mampu diterima secara akademis dan adanya upaya untuk menghindari mal-adaption,” tutup Bachtiar. (iz/ed: fz)
Sumber : Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI
Sivitas Terkait : Dr. Tri Nuke Pudjiastuti M.A.