139 bahasa daerah di Indonesia terancam punah

 
 

Tidak ada yang abadi di dunia ini, termasuk bahasa yang digunakan.

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Dadang Sunendar, seperti dilansir laman The Jakarta Post, Selasa (2/8/2016), mengumumkan hasil penelitian yang menunjukkan kemungkinan segera punahnya 139 bahasa etnis/daerah di Indonesia.

"Di Badan Bahasa kami itu yang terindetifikasi baru 617 bahasa. Jumlahnya lebih dari 700 bahasa. Dan jumlah yang terancam punah, di data kami 139 (bahasa)," kata Dadang, dikutip Republika.

Ia menuturkan dari 617 bahasa yang telah diidentifikasi oleh Badan Bahasa Kemendiknas, sebanyak 15 bahasa daerah statusnya dinyatakan punah.

Alasan utama kepunahan tersebut, menurut Dadang, adalah tidak ada lagi orang yang menggunakannya dalam percakapan.

Ancaman kepunahan bahasa-bahasa daerah ini perlu mendapat perhatian, sebab kepunahan bahasa sama dengan kepunahan peradaban manusia yang menggunakannya.

Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah bahasa etnis terbesar kedua di dunia. Menurut Ethnologue, lembaga bahasa di dunia, Indonesia memiliki 707 bahasa daerah. Negara dengan jumlah bahasa etnis paling banyak adalah Papua Nugini, dengan jumlah 839 bahasa etnis.

Sebuah bahasa dianggap "hidup" atau masih ada jika bahasa tersebut masih diucapkan atau digunakan pada percakapan sehari-hari. Dadang mengatakan, bila dilihat secara geografis penyebaran bahasa daerah yang hampir punah adalah;

  • Kalimantan (1),
  • Maluku (22),
  • Papua dan Halmahera (67),
  • Sulawesi (36),
  • Sumatera (2),
  • Timor-Flores, Bima, dan Sumbawa di Nusa Tenggara Timor (11).

Menurut National Geographic Indonesia, ada empat sebab kepunahan bahasa daerah. Pertama, para penuturnya berpikir tentang dirinya sebagai inferior secara sosial. Kedua, keterikatan pada masa masa lalu. Ketiga, sisi tradisional dan terakhir karena secara ekonomi kehidupannya stagnan.

"Keempat sebab ini disebut oleh sejumlah linguistik sebagai 'proses penelantaran bahasa'," ujar Drs. Abdul Rachman Patji dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Urbanisasi dan perkawinan antaretnis juga bisa menjadi penyebab punahnya bahasa daerah karena sang orang tua tak lagi mengajarkan bahasa dari daerah asalnya kepada sang anak. Mereka sendiri juga tak lagi menggunakannya secara aktif karena tinggal di daerah yang berbeda.

Selain itu, kebijakan pemerintah, penggunaan bahasa tertentu dalam pendidikan, serta tekanan bahasa dominan dalam suatu wilayah masyarakat multibahasa yang berdampingan, juga bisa menjadi faktor-faktor yang menyebabkan punahnya sebuah bahasa.

Bahasa Ibu itu penting

Bukan hanya bahasa daerah di Indonesia saja yang terancam punah. Saat ini ada sekitar 6.000 bahasa yang masih digunakan di seluruh dunia, namun, menurut Unesco --badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengurusi masalah pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya-- sekitar setengah dari jumlah tersebut terancam punah pada akhir abad ini.

Menurut PBB, bahasa yang terancam punah tersebut adalah bahasa yang digunakan oleh kurang dari 10.000 penutur.

Oleh karena itu, penting bagi para orang tua untuk mengajarkan bahasa ibu mereka sendiri kepada anak-anak.

Menurut Christiane Hoffschildt, dari Asosiasi Terapi Bicara Jerman DBL, kepada situsDW, kemampuan menguasai satu bahasa ibu merupakan dasar yang sangat penting bagi anak-anak untuk bisa menguasai bahasa lainnya.

"Ini bukan saja merupakan kesempatan tambahan untuk kesuksesan karir akademik dan profesional, tapi juga mendukung perkembangan pluralistik dan linguistik dalam masyarakat yang beragam budaya," kata Hoffschildt.

Untuk mendorong pelestarian bahasa-bahasa daerah, pada November 1999 PBB mencanangkan Hari Bahasa Ibu Internasional dan memperingatinya setiap 21 Februari sejak tahun 2000.


Sumber : beritagar.id, Kamis 4 Agustus 2016

Sivitas Terkait : Drs. Abdul Rachman Patji M.A.
Diakses : 15867    Dibagikan :